KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan pada yang
maha kuasa yang telah memberikan berkat serta karunianya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan
makalah ini yang berjudul ” Model Pembelajaran VCT dan Building Moral Intelegent “ yang tepat pada waktunya sebagai tugas mata
kuliah. Metode Pengembangan Moral dan Nilai ”.
Kami mengucapkan
terimakasih kepada Dosen Bidang Study Metode
Pengembangan Moral dan Nilai, karena atas bimbingan beliau maka kami dapat mengetahui dan
mengerti bagaimana cara mengerjakan makalah yang baik dan benar. Makalah ini
berisikan tentang pengertian, penjelasan serta pemaparan. Dalam penyusunan
makalah ini, Kami
mendapat banyak kesulitan karena kurangnya sumber serta fasilitas untuk
penyusunan makalah ini, tetapi itu semua kami
jadikan tantangan untuk dapat bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berperan serta membantu dalam penyusunan makalah
ini dari awal sampai akhir. Oleh karena itu, sebelum dan sesudahnya kami ucapakan terimakasih.
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar------------------------------------------------------------------------1
Daftar
Isi
------------------------------------------------------------------------------2
BAB
I ----------------------------------------------------------------------------------3
Pendahuluan---------------------------------------------------------------------------3
BAB II ---------------------------------------------------------------------------------4
2.1 Model
Pembelajaran VCT----------------------------------------------=------4
2.2 Building
Moral Intelegent-----------------------------------------------------13
2.3 Character
Building -------------------------------------------------------------14
BAB
III-------------------------------------------------------------------------------21
3.1 Kesimpulan
---------------------------------------------------------------------21
3.2 Saran-----------------------------------------------------------------------------21
3.3 Daftar
Pustaka------------------------------------------------------------------22
BAB 1
PENDAHULUAN
Pembangunan
karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk, hingga saat ini
belum terlaksana dengan optimal. Hal itu tercermin dari semakin meningkatnya
kriminalitas, pelanggaran hak asasi manusia, ketidakadilan hukum, kerusakan
lingkungan yang terjadi di berbagai pelosok negeri, pergaulan bebas,
Memperhatikan situasi dan kondisi karakter bangsa paska-reformasi yang dinilai
sudah memprihatinkan, seyogyanya seluruh komponen bangsa sepakat untuk
menempatkan pembangunan karakter bangsa (nation and character building) sebagai
prioritas yang utama. Ini berarti setiap upaya pembangunan harus selalu
dipikirkan keterkaitan dan dampaknya terhadap pengembangan karakter bangsa.
Pemerintah reformasi memang telah merumuskan misi pembangunan nasional yang
memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna
mewujudkan visi pembangunan nasional. Hal ini sebagaimana tercantum dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005- 2025 (Sekretariat
Negara Republik Indonesia,2007), yakni; terwujudnya karakter bangsa yang
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang
dicirikan dengan watak dan perilakum manusia dan masyarakat Indonesia yang
beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur,
bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan
berorientasi ipteks (Kemko Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2010).
Pembangunan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat
multidimensional. Sangat luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek
potensi-potensi keunggulan bangsa, dan
bersifat
multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat
ini sedang dalam proses
BAB II
PEMBAHASAN
1. MODEL PEMBELAJARAN VCT
A. Pengertian
Model Pembelajaran VCT
Teknik
mengklarifikasi nilai (value clarification technique) atau
sering disingkat VCT merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh
John Jarolimek. Model pembelajaran ini digunakan untuk membantu siswa dalam
mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu
persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam
diri siswa. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value
Clarification Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan
menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Dengan
kata lain, Djahiri (1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk
“melatih dan membina siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan
terhadap suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga
masyarakat”.
B. Tujuan
Model Pembelajaran VCT
VCT
sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan :
1. Untuk
mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai.
2. Membina
kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun
sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan
pembetulannya.
3. Untuk
menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan
diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa.
4. Melatih
siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap
sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
C. Unsur-Unsur
Model Pembelajaran VCT
Prinsip
reaksi model pembelajaran VCT
Prinsip reaksi berkaitan dengan pola
kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru memberikan respon
terhadap siswa. Prinsip reaksi dalam model pembelajaran VCT adalah
sebagai berikut.
1. Guru
sebagai pembimbing dalam pembelajaran.
2. Guru
memberikan fasilitas agar proses pembelajaran berlangsung optimal.
Sistem
sosial model pembelajaran VCT
Sistem
sosial adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses
pembelajaran. Sistem sosial pada model pembelajaran VCT adalah
sebagai berikut :
1. Kegiatan
kelas berorientasi pada pemecahan masalah.
2. Guru
dan siswa mengenal dan menganalisis masalah secara rinci.
3. Peranan
guru dan siswa sederajat, walaupun dalam hal ini berbeda peran.
Sistem
pendukung model pembelajaran VCT
Sistem pendukung adalah penunjang
keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Sistem
pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran VCT adalah
sebagai berikut :
1. Tersedianya
perpustakaan yang dapat mendukung proses pembelajaran.
2. Adanya
sumber belajaran yang lain dan narasumber yang dapat dimanfaakan oleh siswa.
D. Pendekatan Model Pembelajaran
VCT
Pendekatan
dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorangterhadap
proses pembelajaran. Pendekatan yang digunakan dalam Model Pembelajaran
VCT adalah pendekatan kualitatif. Penekatan kualitatif adalah pendekatan yang
secara primer menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan konstruktivist (pengalaman
individu atau pandangan advokasi). Ada tiga strategi yang digunakan dalam
pendekatan ini yakni:
1. Penelitian entografi
Yaitu
suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologis melalui observasi
lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural (Emzir,2007:143). Prinsip dalam
penelitian entografi adalah naturalism, pemahaman, dan penemuan;
2. Penelitian grounded
theory (teori dasar)
Yaitu
teori umum dari metode ilmiah yang berurusan dengan generalisasi, elaborasi,
dan validasi dari teori ilmu sosial (Glaser dan Strauss dalam Emzir.2007:193).
Prinsip dalam grounded theory sebagai metode ilmiah sebagai
berikut: perumusan masalah, deteksi fenomena, penurunan teori, pengembangan
teori, penilaian teori dan proses analisis data. Proses analisis data terdiri
dari :
data
pengkodean terbuka, peneliti membentuk kategori awal,
data
pengkodean poros, peneliti merakit data dalam cara baru setelah open coding,
data
pengkodean selektif, peneliti mengindentifikasi garis cerita dan menulis
cerita,
peneliti
mengembangkan dan menggambarkan secara visual suatu penjelasan kondisi sosial,
historis dan ekonomis yang mempengaruhi fenomena sentral.
3. Penelitian
tindakan (action research)
Yaitu
suatu penelitian informal, kualitatif, formatif, subjektif, interpretif,
reflektif dan suatu model penelitian pengalaman, di mana semua individu
diibaratkan dalam studi sebagai peserta yang mengetahui dan menyokong (Hopkin
dalam Emzir,2007:233). Penelitian Tindakan terdiri dari :
a. Prinsip
penelitian tindakan, yang meliputi :
kritik
reflektif
kritik
dialektif
sumber
daya kolaboratif
ambil
resiko
struktur
jamak
teori
praktis dan
transformasi.
b. Jenis
penilitian tindakan ada 4, yaitu:
Tindakan
tradisional,
Tindakan
kontekstural,
Tindakan
radikal,
Tindakan
bidang pendidikan.
c. Metode
penelitian tindakan
Mempertimbangkan
pergantian paradigma.
Menetapkan
suatu kesepatakantan penelitian formal.
Menyiapkan
suatu pernyataan masalah teoritis.
Merencankan
metode pengumpulan data.
Memelihara
kolaborasi dan pembelajaran subjek.
Mengulangi
peningkatan.
Membuat
generalisasi yang mendasar.
E. Metode Model Pembelajaran
VCT
Metode adalah cara atau jalan yang ditempuh.
Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk
dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode
adalah untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam Model Pembelajaran VCT yaitu
sebagai berikut :
a.
Diskusi
Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/
pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran
(gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta dapat
saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan pikiran
inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya digunakan
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode lainnya,
seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok, permainan, dan
lain-lain.
Kelebihan
metode diskusi, diantaranya :
1. Dapat
mendorong partisipasi peserta didik secara aktif baik sebagai partisipan, penanya,
penyanggah maupun sebagai ketua ataupun moderator.
2. Menimbulkan
kreativitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa ataupun terobosan-terobosan
baru dalam pemecahan masalah.
3. Menumbuhkan
kemampuan berfikir kritis dan partisipasi demokratis.
4. Melatih
kestabilan emosi dengan menghargai dan menerima pendapat orang lain dan tidak
memaksakan pendapat sendiri sehingga tercipta kondisi memberi dan menerima (take
dan give).
5. Keputusan
yang diambil kelompok akan lebih baik daripada berfikir sendiri.
Kelemahan
metode diskusi, diantanya :
1. Sulit
menentukan topik masalah yang sesuai dengan tingkat berfikir peserta didik yang
memiliki relevansi dengan lingkungan.
2. Memerlukan
waktu yang tidak terbatas.
3. Pembicaraan
atau pembahasan sering meluas dan mengambang.
4. Didominasi
oleh orang-orang tertentu yang biasanya aktif.
5. Kadang
tidak membuat penyelesaian yang tuntas walaupun kesimpulannya telah disepakati
namun implementasi sangat sulit dilaksanakan.
6. Perbedaan
pendapat dapat mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat menimbulkan
bentrokan fisik.
b.
Curah Pendapat (Brain Storming)
Metode
curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat,
informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi,
dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi,
dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan metode
curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi. Tujuan curah
pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi,
pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda.
c.
Bermain Peran (Role-Play)
Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk ‘menghadirkan’
peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di
dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar
peserta memberikan penilaian terhadap . Metode ini lebih menekankan terhadap masalah
yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam
melakukan permainan peran.
Kelebihan
metode bermain peran, diantaranya :
1. Memupuk
daya cipta, sebab simulasi dilakukan sesuai dengan kreasi siswa masing-masing
dalam membawakan peranannya.
2. Dapat
merangsang siswa untuk menjadi terampil dalam menanggapi dan bertindak secara
spontan, tanpa memerlukan persiapan dalam waktu lama.
3. Memperkaya
pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta pengalaman tidak langsung, yang
diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
Kelemahan
metode bermain peran, diantaranya :
1. Biaya
pengembangannya tinggi dan perlu waktu lama.
2. Fasilitas
dan alat-alat khusus yang dibutuhkan mungkin sulit diperoleh serta mahal
harganya dan pemeliharaannya.
3. Resiko
siswa atau pengajar tinggi.
d. Wawancara
Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data dengan
cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan
bercakap-cakap secara tatap muka. Kerlinger (dalam Hasan 2000)
menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan metode wawancara.
1. Mampu
mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika
mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan
memberikan penjelasan.
2. Fleksibel,
pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu.
3. Menjadi
satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak dapat
dilakukan.
Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga memiliki
kelemahan, yaitu sebagai berikut.
1. Retan
terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang penyusunanya
kurang baik.
2. Retan
terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai.
3. Probling yang
kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang akurat.
4. Ada
kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin didengar olehinterviwer.
F. Teknik Model Pembelajaran
VCT
Berkenaan
dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek merekomendasikan beberapa cara,
antara lain:
a. Teknik
evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group
evaluation)
Dalam
teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak berdiskusi atau
tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk
perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:
1. Menentukan
tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik
2. Guru
bertanya berkenaan yang dialami peserta didik
3. Peserta
didik merespon pernyataan guru
4. Tanya
jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan
yang diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi
tersebut.
b. Teknik Lecturing
Teknik lecturing, dilalukan
guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi topik bahasannya.
Langkah-langkahnya antara lain:
1. Memilih
satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru.
2. Siswa
dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan kode,
misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb.
3. Hasil
kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk
memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut.
c. Teknik
menarik dan memberikan percontohan
Dalam
teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior),
guru membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun
kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan.
d. Teknik
indoktrinasi dan pembakuan kebiasan
Teknik
indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut
untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus,
dilarang, dan sebagainya.
e. Teknik
tanya-jawab
Teknik
tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan
pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan
pendapat pikirannya.
f. Teknik
menilai suatu bahan tulisan
Teknik
menila suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal
ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode
(misal: baik - buruk, benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara
ini dapat dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode
penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk
memberikan tanggapan terhadap penilaian.
g. Teknik
mengungkapkan nilai melalui permainan (games).
Dalam
pilihan ini guru dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.
G. Langkah Model Pembelajaran
VCT
John
Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan Value clarification
technique (VCT) dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3 tingkat, setiap tahapan
dijelaskan sebagai berikut :
1. Kebebasan
Memilih
Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu:
a. Memilih
secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik.
Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh
b. Memilih
dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa
alternatif pilihan secara bebas
c. Memilih
setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai
akibat pilihannya.
2. Menghargai
Terdiri atas 2 tahap pembelajaran:
a. Adanya
perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai
tersebut akan menjadi bagian dari dirinya
b. Menegaskan
nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya,
bila kita menggagap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh
kesadaran untuk menunjukkannya di depan orang lain.
3. Berbuat
Pada
tahap ini, terdiri atas:
a. Kemauan
dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya
b. Mengulangi
perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan
itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.
H. Kelemahan Model Pembelajaran
VCT
Kelemahan yang sering terjadi dalam
proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan
secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya
baik tanpa memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa.
Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena
ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang
ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelaraskan
nilai lama dan nilai baru.
2. BUILDING MORAL INTELEGENT /
PEMBENGUNAN KECERDASAN MORAL
A. Pengertian Kecerdasan Moral
Kecerdasan
moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah: artinya,
memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan
tersebut, sehingga orang bersikap benar dan terhormat. Membangun atau
menumbuhkan pendidikan kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar suara
hati anak bisa membedakan yang benar dan mana yang salah, sehingga mereka dapat
menangkis pengaruh buruk dari luar.
B. Langkah-Langkah Mengajarkan
Kecerdasan Moral
Menurut
Michele Borba dalam mengajarkan kecerdasan moral terbangun dari tujuh kebajikan
utama yang dapat membantu anak menghadapi tantangan dan etika yang tidak dapat
dihindarkan dalam kehidupannya kelak, sehingga bisa melindungi dari perilaku
menyimpang yang bisa merugikan bagi dirinya sendiri. Semua itu dapat diajarkan,
dicontohkan, disadarkan, serta didorong sehingga mampu dicapai oleh anak. Borba
membagi dua tahapan dalam mengajarkan kecerdasan moral. Untuk tahap yang
pertama menjadikan tiga dari tujuh kebajikan sebagai moral dasar yaitu empati,
hati nurani, dan kontrol diri. Kemudian kebajikan yang selanjutnya sebagai
pengembangan moral. Karena ketiga kebajikan yang utama tersebut sangat penting
bagi kecerdasan moral, dan disebutnya sebagai inti moral. Jika salah satunya
tidak berkembang baik, anak tidak terlindung dari pengaruh buruk yang
menghampiri nya, dan jika ketiga hal tersebut melemah, anak seperti bom waktu
yang siap meledak suatu saat. Inti yang kuat merupakan hal yang penting bagi
perkembangan kecerdasan moral anak. Karena memberi kekuatan bagi anak menangkis
hal buruk dari dalam maupun dari luar, sehingga mereka dapat bertindak dengan
benar. Berikut adalah tujuh kebajikan utama yang bisa diajarkan supaya anak
akan menjaga sikap yang baik seumur hidup.
1)
Empati 5)
Kebaikan Hati
2)
Hati Nurani 6)
Toleransi
3)
Kendali Diri 7)
Adil
4)
Rasa Hormat
3. CHARACTER BUILDING
A. Pengertian Pembangunan Character/ Character
Building
Pengertian
Charakter Building dalam segi bahasa, Charakter Building atau membangun
karakter terdiri dari 2 suku kata yaitu membangun (to build) dan karakter
(character) artinya membangun yang mempunyai sifat memperbaiki, membina,
mendirikan. Sedangkan karakter adalah tabiat, watak, aklak atau budi pekerti
yang membedakan seserang dari yang lain. Dalam konteks pendidikan (Modul Diklat
LAN RI) pengertian Membangun Karekter (character building) adalah suatu proses
atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat,
watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti), insan manusia (masyarakat)
sehingga menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik berlandaskan
nilai-nilai pancasila.
Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa upaya membangun karakter akan
menggambarkan hal-hal pokok sebagai berikut:
– Merupakan
suatu proses yang terus menerus dilakukan untuk membentuk, tabiat, watak dan
sifat sifat kejiwaan yang berlandaskan kepada semangat pengabdian dan
kebersamaan
kebersamaan
–
Menyempurnakan karakter yang ada untuk terwujudnya karakter yang diharapkan
dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
– Membina
karakter yang ada sehingga menampilkan karakter yang kondusif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dilandasi dengan nilai – nilai
falsafah bangsa yaitu Pancasila
B. Faktor – Faktor yang
mempengaruhi Pembentukan Karakter
Dalam
membangun karakter suatu bangsa diperlukan perilaku yang baik dalam rangka
melaksanakan kegiatan berorganisasi, baik dalam organisasi pemerintahan maupun
organisasi swasta dalam bermasyarakat. Maka karakter manusia merupakan suatu
hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka mewujudkan cita-cita dan
perjuangan berbangsa dan bernegara guna terwujudnya masyarakat yang adil dan
makmur berlandaskan pancasila dan UUD 1945.
Karakter
adalah sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan kualitas manusia maka
karakter mempunyai makna sebuah nilai yang mendasar untuk mempengaruhi segenap
pikiran, tindakan dan perbuatan setiap insan manusia dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini adapun nilai-nilai dalam
pembangunan karakter yang dimaksud adalah
–
Kejuangan
–
Semangat
–
Kebersamaan atau Gotong Royong
–
Kepedulian atau Solider
–
Sopan Santun
–
Persatuan dan Kesatuan
–
Kekeluargaan
–
Tanggung jawab
Nilai-nilai
seperti tersebut apabila dilihat lebih cermat dalam kondisi saat ini nampaknya
cenderung semakin luntur hal ini dilihat semakin jelas contoh diantaranya makin
maraknya tawuran antar pelajar, konflik antar masyarakat, maraknya korupsi di
lingkungan pemerintah dan lain sebagainya. Kondisi yang seharusnya tetap dijaga
dan dilestarikan sebagai wujud untuk meningkatkan rasa kepedulian, kemanusiaan
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara haus tetap di jaga dan dilestarikan.
Untuk
itu faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka menjaga nilai-nilai
dalam karakter tersebut adalah:
–
Ideologi –
Normatif
–
Politik –
Pendidikan
–
Ekonomi –
Lingkungan
–
Sosial Budaya –
Kepemimpinan
–
Agama
C. Character Building dalam Rangka
Membangun Karakter Bangsa yang Mandiri dan Unggul
Berdasarkan
uraian yang telah disampaikan sebelumnya, salah satu faktor-faktor yang
membangun karakter adalah pendidikan, untuk itu dalam rangka membangun karakter
suatu bangsa salah satunya adalah melalui pendidikan karakter, Pendidikan
merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki
–
kekuatan spiritual keagamaan
–
pengendalian diri
–
kepribadian
–
kecerdasan
–
akhlak mulia
–
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Pembentukan
Character didapatkan dan di implementasikan melalui :
–
Lingkungan Keluarga ( Home )
–
Lingkungan Kerja Kantor ( Bussines )
–
Lingkungan Sekolah ( School )
–
Lingkungan Kerabat atau Pergaulan ( Community )
Tujuan
dari pembangunan karakter adalah untuk mengembangkan karakter bangsa agar mampu
mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila. Pembangunan karakter ini berfungsi
untuk mengembangkan potensi dasar agar berbaik hati, berpikiran baik, dan
berperilaku baik; memperbaiki perilaku yang kurang baik dan menguatkan perilaku
yang sudah baik; serta menyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai
luhur Pancasila. Ruang lingkup pembangunan karakter ini mencakup keluarga,
satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia
usaha, dan media massa.
Berkenaan
hal tersebut (Indrianto B, 2011) mengatakan bahwa Ada tiga lapis (layer)
pendidikan karakter yang hendak dikembangkan yaitu:
–
Menumbuhkan kesadaran kita sebagai sesama makhluk Tuhan. Sebagai sesama
makhluk, tidak pantas kalau kita itu sombong, seolah-olah merasa dirinya yang
paling benar. Keutamaan kita justru terletak pada kemampuan untuk memberi
manfaat bagi orang lain, termasuk memuliakan orang lain. Kesadaran sebagai
makhluk Tuhan akan menumbuhkan rasa saling menghargai dan menyayangi. Tentu
juga menumbuhkan sifat jujur karena Tuhan Maha Mengetahui; kita tidak bisa
berbohong.
–
Membangun dan menumbuhkan karakter keilmuan. Karakter ini sangat ditentukan
oleh keingintahuan (kuriositas) intelektual. Penanaman logika ilmiah sejak dari
pendidikan usia dini menjadi langkah penting untuk dilakukan. Dalam kerangka
berpikir ilmiah, segala sesuatu harus diuji coba sebelum menjadi kesimpulan.
Dari sinilah akan muncul kreativitas, inovasi, dan produktivitas yang sangat
menentukan daya saing bangsa.
–
Pendidikan harus mampu menumbuhkan karakter yang mencintai dan bangga sebagai
bangsa Indonesia. Pendidikan harus mampu menginternalisasikan keempat pilar
kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI) ke dalam diri
pendidik dan peserta didik. Pemahaman akan sejarah dan falsafah keempat pilar
tersebut menjadi sangat penting guna menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai
bagian dari bangsa Indonesia. Kecintaan dan kebanggaan yang besar akan memacu
semangat setiap warga bangsa untuk berprestasi setinggi-tingginya mengharumkan
nama bangsa.
Berkenaan
dengan hal tersebut pembangunan pendidikan karakter merupakan tumpuan untuk
menjamin perpaduan dari ketiga lapisan di atas dapat berjalan selaras dengan
zaman. Di era global saat ini, kreativitas dan inovasi dihargai sangat tinggi
melebihi sumber daya alam. Kreativitas dan inovasi yang dibarengi dengan
kemampuan mengelola jaringan merupakan kunci dari keunggulan suatu bangsa.
Situasi ini hanya dapat terwujud bila ketiga lapis pendidikan karakter yaitu
kreativitas dan inovasi dalam bidang keilmuan, kemampuan mengelola jaringan
berupa sikap memuliakan sesama makhluk Tuhan, dan kecintaan serta bangga
terhadap bangsanya dilaksanakan dengan harmonis dan konsisten.
Untuk
kita sebagai bagian dari masyarakat dan aparatur pemerintah diharapkan dapat
menjaga nilai-nilai dalam pembangunan karakter dan dapat diimplementasikan
dalam melaksanakan tugas dan kehidupan sehari-hari agar menjadi manusia yang
unggul dan bermartabat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
D. Tahap – tahap untuk Pembangunan
Character
I.
Personal Transformation
Hal
penting dalam membangun karakter adalah membangun ikatan antara nilai tersebut
dengan suara hati manusia yang terdalam (inner voice) sehingga setiap individu
menjalankan nilai tersebut bukan karena kewajiban, dalam tataran intelektual,
juga bukan karena takut pada pimpinan, dalam tataran emosional, melainkan
sebagai sebuah komitmen spiritual mereka kepada Sang Pencipta.
Bagi
sebuah institusi, menanamkan nilai di dalam diri setiap individu yang terlibat
di dalamnya, sangatlah penting. Seperti kita ketahui, sebagus apapun sistem
yang berlaku namun apabila individu sebagai pelaksana sistem berperilaku
menyimpang dan melanggar nilai tersebut maka akan menimbulkan kerugian. Lebih
penting lagi adalah membangun ikatan antara nilai tersebut dengan suara hati
manusia yang terdalam (inner voice) sehingga setiap individu menjalankan nilai
tersebut bukan karena kewajiban
Dalam
tataran intelektual, juga bukan karena takut pada pimpinan dalam tataran
emosional, melainkan sebagai sebuah komitmen spiritual mereka kepada Sang
Pencipta dan mengubah paradigma seseorang akan arti sebuah kebahagiaan dan
pekerjaan. Jika selama ini makna kebahagiaan hanya sesuatu yang bersifat materi
dan emosional maka melalui training ini peserta akan diajak menemukan
kebahagiaan lain yaitu spiritual happiness, sehingga hidup menjadi lebih
bermakna dan bernilai (meaning & values).
–
Manfaat bagi sekitar
Menanamkan
nilai dan prinsip moral, sebagai panduan etika, serta meningkatkan komitmen
setiap individu untuk menjalankannya
Memberikan
makna bekerja kepada setiap individu sehingga meningkatkan loyalitas dan juga
produktivitas
–
Manfaat Bagi Pribadi
Mampu
menemukan kebahagiaan spiritual sehingga memandang pekerjaan bukan beban
melainkan sebuah pengabdian dan panggilan jiwa
(vocation/calling)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pembentukan
karakter anak paling tepat dilakukan oleh orang tua, guru sekolah dan
orang-orang yang mempunyai hubungan dekat dengan anak. Pendidikan nilai yang
diberikan pada anak usia dini, akan mengembangkan suara hati anak akan lebih
kuat dan peka terhadap lingkungan. Anak akan lebih mampu mengendalikan diri
sesuai dengan nilai-nilai yang telah membentuk karakternya. Efektifitas
pembentukan karakter anak usia dini sangat bergantung pada komitment orang tua,
yang menyadari bahwa tugas orang dewasa membentuk anak usia dini agar memiliki
karekter yang baik. Setiap orang dewasa harus menyadari dan memiliki tanggung
jawab. bahwa mereka mendapat amanah dan harus berkomitment seumur hidup untuk
menumbuh kembangkan karakter pada diri anak usia dini. Orang tua juga dipanggil
untuk memiliki komitment seumur hidup sebagai agent perubahan sesuai dengan
panggilannya. Orang dewasa mempunyai posisi strategis sebagai pemimpin
sepatutnya berkomitmen dalam mengembangkan dan menampilkan karakter-karakter
yang ideal; luhur baik dan cinta terhadap sesamanya. Pemimpin dipanggil untuk
memiliki dampak luas untuk mempersiapkan anak usia dini dalam konteks
mempersiapkan generasi muda yang lebih baik.
B. Saran
Orang
tua dan guru diharapkan mampu membangun komunikasi dua arah yang ideal dengan
anak. Biasakan untuk menyimak apa yang disampaikan anak tanpa melakukan kritik
atau mengecilkan pendapatnya. Biarkan anak menyampaikan pendapatnya secara
aktif. Beri teladan dan bimbingan dalam proses diksusi tersebut agar anak
belajar cara komunikasi yang efektif, kapan dia sebaiknya mendengarkan dan
kapan dia harus bicara.
DAFTAR
PUSTAKA
Lilis Suryani dkk. (2008) Metode Pengembangan
Perilaku dan Kemampuan Dsar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas
Terbuka.
Masitoh dkk. (2005) Strategi Pembelajaran TK.
Jakarta: 2005.
Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan Konsep
Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Slamet Suyanto. (2005) Konsep Dasar Pendidikan Anak
Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga
Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Wantah, Maria J. (2005) Pengembangan Disiplin dan
Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar