Sabtu, 25 Februari 2017

Model Pembelajaran VCT dan Building Moral Intelegent

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan pada yang maha kuasa yang telah memberikan berkat serta karunianya kepada kami, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini yang berjudul  ” Model Pembelajaran VCT dan Building Moral Intelegent “  yang tepat pada waktunya sebagai tugas mata kuliah. Metode Pengembangan Moral dan Nilai ”. Kami mengucapkan terimakasih kepada Dosen Bidang Study Metode Pengembangan Moral dan Nilai,  karena atas bimbingan beliau maka kami dapat mengetahui dan mengerti bagaimana cara mengerjakan makalah yang baik dan benar. Makalah ini berisikan tentang pengertian, penjelasan serta pemaparan. Dalam penyusunan makalah ini, Kami mendapat banyak kesulitan karena kurangnya sumber serta fasilitas untuk penyusunan makalah ini, tetapi itu semua kami jadikan tantangan untuk dapat bertanggungjawab dalam mengerjakan tugas ini. Kami  menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah berperan serta membantu dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Oleh karena itu, sebelum dan sesudahnya kami ucapakan terimakasih.



DAFTAR ISI
Kata Pengantar------------------------------------------------------------------------1
Daftar Isi ------------------------------------------------------------------------------2
BAB I ----------------------------------------------------------------------------------3
Pendahuluan---------------------------------------------------------------------------3
BAB II ---------------------------------------------------------------------------------4
2.1  Model Pembelajaran VCT----------------------------------------------=------4
2.2  Building Moral Intelegent-----------------------------------------------------13
2.3  Character Building -------------------------------------------------------------14
BAB III-------------------------------------------------------------------------------21
3.1  Kesimpulan ---------------------------------------------------------------------21
3.2  Saran-----------------------------------------------------------------------------21
3.3  Daftar Pustaka------------------------------------------------------------------22












BAB 1
PENDAHULUAN
Pembangunan karakter bangsa yang sudah diupayakan dengan berbagai bentuk, hingga saat ini belum terlaksana dengan optimal. Hal itu tercermin dari semakin meningkatnya kriminalitas, pelanggaran hak asasi manusia, ketidakadilan hukum, kerusakan lingkungan yang terjadi di berbagai pelosok negeri, pergaulan bebas, Memperhatikan situasi dan kondisi karakter bangsa paska-reformasi yang dinilai sudah memprihatinkan, seyogyanya seluruh komponen bangsa sepakat untuk menempatkan pembangunan karakter bangsa (nation and character building) sebagai prioritas yang utama. Ini berarti setiap upaya pembangunan harus selalu dipikirkan keterkaitan dan dampaknya terhadap pengembangan karakter bangsa. Pemerintah reformasi memang telah merumuskan misi pembangunan nasional yang memosisikan pendidikan karakter sebagai misi pertama dari delapan misi guna mewujudkan visi pembangunan nasional. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005- 2025 (Sekretariat Negara Republik Indonesia,2007), yakni; terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan bermoral berdasarkan Pancasila, yang dicirikan dengan watak dan perilakum manusia dan masyarakat Indonesia yang beragam, beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, bertoleran, bergotong-royong, berjiwa patriotik, berkembang dinamis, dan berorientasi ipteks (Kemko Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia, 2010). Pembangunan karakter bangsa memiliki urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional. Sangat luas karena terkait dengan pengembangan multiaspek potensi-potensi keunggulan bangsa, dan
bersifat multidimensional karena mencakup dimensi-dimensi kebangsaan yang hingga saat ini sedang dalam proses

BAB II
PEMBAHASAN
1. MODEL PEMBELAJARAN VCT
A.      Pengertian Model Pembelajaran VCT
Teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique) atau sering disingkat VCT merupakan model pembelajaran yang dikembangkan oleh John Jarolimek. Model pembelajaran ini digunakan untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Djahiri (1979: 115) mengemukakan bahwa Value Clarification Technique, merupakan sebuah cara bagaimana menanamkan dan menggali/ mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri peserta didik. Dengan kata lain, Djahiri (1979: 116) menyimpulkan bahwa VCT dimaksudkan untuk “melatih dan membina siswa tentang bagaimana cara menilai, mengambil keputusan terhadap suatu nilai umum untuk kemudian dilaksanakannya sebagai warga masyarakat”.
B.       Tujuan Model Pembelajaran VCT
VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan :
1.        Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai.
2.        Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya.
3.        Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa.
4.        Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
C.      Unsur-Unsur Model Pembelajaran VCT
 Prinsip reaksi model pembelajaran VCT
        Prinsip reaksi berkaitan dengan pola kegiatan yang menggambarkan bagaimana seharusnya guru memberikan respon terhadap siswa. Prinsip reaksi dalam model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut.
1.    Guru sebagai pembimbing dalam pembelajaran.
2.    Guru memberikan fasilitas agar proses pembelajaran berlangsung optimal.
Sistem sosial model pembelajaran VCT
Sistem sosial adalah pola hubungan guru dengan siswa pada saat terjadinya proses pembelajaran. Sistem sosial pada model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut :
1.    Kegiatan kelas berorientasi pada pemecahan masalah.
2.    Guru dan siswa mengenal dan menganalisis masalah secara rinci.
3.    Peranan guru dan siswa sederajat, walaupun dalam hal ini berbeda peran.
Sistem pendukung model pembelajaran VCT
        Sistem pendukung adalah penunjang keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar di kelas. Sistem pendukung yang diperlukan untuk melaksanakan model pembelajaran VCT adalah sebagai berikut :
1.    Tersedianya perpustakaan yang dapat mendukung proses pembelajaran.
2.    Adanya sumber belajaran yang lain dan narasumber yang dapat dimanfaakan oleh siswa.
D.      Pendekatan Model Pembelajaran VCT
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorangterhadap proses pembelajaran. Pendekatan yang digunakan dalam Model Pembelajaran VCT adalah pendekatan kualitatif. Penekatan kualitatif adalah pendekatan yang secara primer menggunakan paradigma pengetahuan berdasarkan pandangan konstruktivist (pengalaman individu atau pandangan advokasi). Ada tiga strategi yang digunakan dalam pendekatan ini yakni:
1.        Penelitian entografi 
Yaitu suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologis melalui observasi lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural (Emzir,2007:143). Prinsip dalam penelitian entografi adalah naturalism, pemahaman, dan penemuan;
2.        Penelitian grounded theory (teori dasar)
Yaitu teori umum dari metode ilmiah yang berurusan dengan generalisasi, elaborasi, dan validasi dari teori ilmu sosial (Glaser dan Strauss dalam Emzir.2007:193). Prinsip dalam grounded theory sebagai metode ilmiah sebagai berikut: perumusan masalah, deteksi fenomena, penurunan teori, pengembangan teori, penilaian teori dan proses analisis data. Proses analisis data terdiri dari :
  data pengkodean terbuka, peneliti membentuk kategori awal,
  data pengkodean poros, peneliti merakit data dalam cara baru setelah open coding,
  data pengkodean selektif, peneliti mengindentifikasi garis cerita dan menulis cerita,
  peneliti mengembangkan dan menggambarkan secara visual suatu penjelasan kondisi sosial, historis dan ekonomis yang mempengaruhi fenomena sentral.
3.        Penelitian tindakan (action research) 
Yaitu suatu penelitian informal, kualitatif, formatif, subjektif, interpretif, reflektif dan suatu model penelitian pengalaman, di mana semua individu diibaratkan dalam studi sebagai peserta yang mengetahui dan menyokong (Hopkin dalam Emzir,2007:233). Penelitian Tindakan terdiri dari :
a.       Prinsip penelitian tindakan, yang meliputi :
         kritik reflektif
         kritik dialektif
         sumber daya kolaboratif
         ambil resiko
         struktur jamak
         teori praktis dan
         transformasi.
b.      Jenis penilitian tindakan ada 4, yaitu:
           Tindakan tradisional,
           Tindakan kontekstural,
           Tindakan radikal,
           Tindakan bidang pendidikan.
c.       Metode penelitian tindakan
           Mempertimbangkan pergantian paradigma.
           Menetapkan suatu kesepatakantan penelitian formal.
           Menyiapkan suatu pernyataan masalah teoritis.
           Merencankan metode pengumpulan data.
           Memelihara kolaborasi dan pembelajaran subjek.
           Mengulangi peningkatan.
           Membuat generalisasi yang mendasar.
E.       Metode Model Pembelajaran VCT
Metode adalah cara atau jalan yang ditempuh. Sehubungan dengan upaya ilmiah, maka metode menyangkut masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Fungsi metode adalah untuk mencapai tujuan. Metode yang digunakan dalam Model Pembelajaran VCT yaitu sebagai berikut :
a.     Diskusi
        Metode ini bertujuan untuk tukar menukar gagasan, pemikiran, informasi/ pengalaman diantara peserta, sehingga dicapai kesepakatan pokok-pokok pikiran (gagasan, kesimpulan). Untuk mencapai kesepakatan tersebut, para peserta dapat saling beradu argumentasi untuk meyakinkan peserta lainnya. Kesepakatan pikiran inilah yang kemudian ditulis sebagai hasil diskusi. Diskusi biasanya digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari penerapan berbagai metode lainnya, seperti: penjelasan (ceramah), curah pendapat, diskusi kelompok, permainan, dan lain-lain.
Kelebihan metode diskusi, diantaranya :
1.         Dapat mendorong partisipasi peserta didik secara aktif baik sebagai partisipan, penanya, penyanggah maupun sebagai ketua ataupun moderator.
2.         Menimbulkan kreativitas dalam ide, pendapat, gagasan, prakarsa ataupun terobosan-terobosan baru dalam pemecahan masalah.
3.         Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis dan partisipasi demokratis.
4.         Melatih kestabilan emosi dengan menghargai dan menerima pendapat orang lain dan tidak memaksakan pendapat sendiri sehingga tercipta kondisi memberi dan menerima (take dan give).
5.         Keputusan yang diambil kelompok akan lebih baik daripada berfikir sendiri.
Kelemahan metode diskusi, diantanya :
1.         Sulit menentukan topik masalah yang sesuai dengan tingkat berfikir peserta didik yang memiliki relevansi dengan lingkungan.
2.         Memerlukan waktu yang tidak terbatas.
3.         Pembicaraan atau pembahasan sering meluas dan mengambang.
4.         Didominasi oleh orang-orang tertentu yang biasanya aktif.
5.         Kadang tidak membuat penyelesaian yang tuntas walaupun kesimpulannya telah disepakati namun implementasi sangat sulit dilaksanakan.
6.         Perbedaan pendapat dapat mengundang reaksi di luar kelas bahkan dapat menimbulkan bentrokan fisik.
b.    Curah Pendapat (Brain Storming)
Metode curah pendapat adalah suatu bentuk diskusi dalam rangka menghimpun gagasan, pendapat, informasi, pengetahuan, pengalaman, dari semua peserta. Berbeda dengan diskusi, dimana gagasan dari seseorang dapat ditanggapi (didukung, dilengkapi, dikurangi, atau tidak disepakati) oleh peserta lain, pada penggunaan metode curah pendapat pendapat orang lain tidak untuk ditanggapi. Tujuan curah pendapat adalah untuk membuat kompilasi (kumpulan) pendapat, informasi, pengalaman semua peserta yang sama atau berbeda.
c.     Bermain Peran (Role-Play)
        Bermain peran pada prinsipnya merupakan metode untuk ‘menghadirkan’ peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu ‘pertunjukan peran’ di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap . Metode ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam ‘pertunjukan’, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
Kelebihan metode bermain peran, diantaranya :
1.         Memupuk daya cipta, sebab simulasi dilakukan sesuai dengan kreasi siswa masing-masing dalam membawakan peranannya.
2.         Dapat merangsang siswa untuk menjadi terampil dalam menanggapi dan bertindak secara spontan, tanpa memerlukan persiapan dalam waktu lama.
3.         Memperkaya pengetahuan, sikap, dan keterampilan serta pengalaman tidak langsung, yang diperlukan dalam menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis.
Kelemahan metode bermain peran, diantaranya :
             1.          Biaya pengembangannya tinggi dan perlu waktu lama.
             2.          Fasilitas dan alat-alat khusus yang dibutuhkan mungkin sulit diperoleh serta mahal harganya dan pemeliharaannya.
             3.          Resiko siswa atau pengajar tinggi.
d.      Wawancara
       Menurut Prabowo (1996) wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang responden, caranya adalah dengan bercakap-cakap secara tatap muka. Kerlinger (dalam Hasan 2000) menyebutkan 3 hal yang menjadi kekuatan metode wawancara.
1.    Mampu mendeteksi kadar pengertian subjek terhadap pertanyaan yang diajukan. Jika mereka tidak mengerti bisa diantisipasi oleh interviewer dengan memberikan penjelasan.
2.    Fleksibel, pelaksanaanya dapat disesuaikan dengan masing-masing individu.
3.    Menjadi satu-satunya hal yang dapat dilakukan disaat tehnik lain sudah tidak dapat dilakukan.
      Menurut Yin (2003) disamping kekuatan, metode wawancara juga memiliki kelemahan, yaitu sebagai berikut.
1.    Retan terhadap bias yang ditimbulkan oleh kontruksi pertanyaan yang penyusunanya kurang baik.
2.    Retan terhadap terhadap bias yang ditimbulkan oleh respon yang kurang sesuai.
3.    Probling yang kurang baik menyebabkan hasil penelitian menjadi kurang akurat.
4.    Ada kemungkinan subjek hanya memberikan jawaban yang ingin didengar olehinterviwer.
F.       Teknik Model Pembelajaran VCT
      Berkenaan dengan teknik pembelajaran nilai Jarolimek merekomendasikan beberapa cara, antara lain:
a. Teknik evaluasi diri (self evaluation) dan evaluasi kelompok (group evaluation)
      Dalam teknik evaluasi diri dan evaluasi kelompok pesertadidik diajak berdiskusi atau tanya-jawab tentang apa yang dilakukannya serta diarakan kepada keinginan untuk perbaikan dan penyempurnaan oleh dirinya sendiri:
1.         Menentukan tema, dari persoalan yang ada atau yang ditemukan peserta didik
2.         Guru bertanya berkenaan yang dialami peserta didik
3.         Peserta didik merespon pernyataan guru
4.         Tanya jawab guru dengan peserta didik berlangsung terus hingga sampai pada tujuan yang diharapkan untuk menanamkan niai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut.
b. Teknik Lecturing
      Teknik lecturing, dilalukan guru gengan bercerita dan mengangkat apa yang menjadi topik bahasannya. Langkah-langkahnya antara lain:
1.         Memilih satu masalah / kasus / kejadian yang diambil dari buku atau yang dibuat guru.
2.         Siswa dipersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan menggunakan kode, misalnya: baik-buruk, salah benar, adil tidak adil, dsb.
3.         Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau kelompok kalau dibagi kelompok untuk memberikan kesempatan alasan dan argumentasi terhadap penilaian tersebut.
c. Teknik menarik dan memberikan percontohan
      Dalam teknik menarik dan memberi percontohan (example of axamplary behavior), guru membarikan dan meminta contoh-contoh baik dari diri peserta didik ataupun kehidupan masyarakat luas, kemudian dianalisis, dinilai dan didiskusikan.
d. Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan
      Teknik indoktrinasi dan pembakuan kebiasan, dalam teknik ini peserta didik dituntut untuk menerima atau melakukan sesuatu yang oleh guru dinyatakan baik, harus, dilarang, dan sebagainya.
e. Teknik tanya-jawab
      Teknik tanya-jawab guru mengangkat suatu masalah, lalu mengemukakan pertanyaan-pertanyaan sedangkan peserta didik aktif menjawab atau mengemukakan pendapat pikirannya.
f. Teknik menilai suatu bahan tulisan
      Teknik menila suatu bahan tulisan, baik dari buku atau khusus dibuat guru. Dalam hal ini peserta didik diminta memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan kode (misal: baik - buruk, benar – tidak-benar, adil – tidak-adil dll). Cara ini dapat dibalik, siswa membuat tulisan sedangkan guru membuat catatan kode penilaiannya. Selanjutnya hasil kerja itu dibahas bersama atau kelompok untuk memberikan tanggapan terhadap penilaian.
g. Teknik mengungkapkan nilai melalui permainan (games).
      Dalam pilihan ini guru dapat menggunakan model yang sudah ada maupun ciptaan sendiri.
G.      Langkah Model Pembelajaran VCT
John Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan Value clarification technique (VCT) dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3 tingkat, setiap tahapan dijelaskan sebagai berikut :
1.    Kebebasan Memilih
     Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu:
a.    Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik. Nilai yang dipaksakan tidak akan menjadi miliknya secara penuh
b.    Memilih dari beberapa alternatif. Artinya, untuk menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas
c.    Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai akibat pilihannya.
2.    Menghargai
       Terdiri atas 2 tahap pembelajaran:
a.         Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian dari dirinya
b.        Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menggagap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukkannya di depan orang lain.
3.    Berbuat
Pada tahap ini, terdiri atas:
a.         Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya
b.        Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.
H.      Kelemahan Model Pembelajaran VCT
     Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa.
     Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama dan nilai baru.


2. BUILDING MORAL INTELEGENT / PEMBENGUNAN KECERDASAN MORAL
A. Pengertian Kecerdasan Moral
Kecerdasan moral adalah kemampuan memahami hal yang benar dan yang salah: artinya, memiliki keyakinan etika yang kuat dan bertindak berdasarkan keyakinan tersebut, sehingga orang bersikap benar dan terhormat. Membangun atau menumbuhkan pendidikan kecerdasan moral sangat penting dilakukan agar suara hati anak bisa membedakan yang benar dan mana yang salah, sehingga mereka dapat menangkis pengaruh buruk dari luar.
B. Langkah-Langkah Mengajarkan Kecerdasan Moral
Menurut Michele Borba dalam mengajarkan kecerdasan moral terbangun dari tujuh kebajikan utama yang dapat membantu anak menghadapi tantangan dan etika yang tidak dapat dihindarkan dalam kehidupannya kelak, sehingga bisa melindungi dari perilaku menyimpang yang bisa merugikan bagi dirinya sendiri. Semua itu dapat diajarkan, dicontohkan, disadarkan, serta didorong sehingga mampu dicapai oleh anak. Borba membagi dua tahapan dalam mengajarkan kecerdasan moral. Untuk tahap yang pertama menjadikan tiga dari tujuh kebajikan sebagai moral dasar yaitu empati, hati nurani, dan kontrol diri. Kemudian kebajikan yang selanjutnya sebagai pengembangan moral. Karena ketiga kebajikan yang utama tersebut sangat penting bagi kecerdasan moral, dan disebutnya sebagai inti moral. Jika salah satunya tidak berkembang baik, anak tidak terlindung dari pengaruh buruk yang menghampiri nya, dan jika ketiga hal tersebut melemah, anak seperti bom waktu yang siap meledak suatu saat. Inti yang kuat merupakan hal yang penting bagi perkembangan kecerdasan moral anak. Karena memberi kekuatan bagi anak menangkis hal buruk dari dalam maupun dari luar, sehingga mereka dapat bertindak dengan benar. Berikut adalah tujuh kebajikan utama yang bisa diajarkan supaya anak akan menjaga sikap yang baik seumur hidup.
1) Empati                                                        5) Kebaikan Hati
2) Hati Nurani                                                 6) Toleransi
3) Kendali Diri                                                7) Adil
4) Rasa Hormat
3. CHARACTER BUILDING
A. Pengertian Pembangunan Character/ Character Building
Pengertian Charakter Building dalam segi bahasa, Charakter Building atau membangun karakter terdiri dari 2 suku kata yaitu membangun (to build) dan karakter (character) artinya membangun yang mempunyai sifat memperbaiki, membina, mendirikan. Sedangkan karakter adalah tabiat, watak, aklak atau budi pekerti yang membedakan seserang dari yang lain. Dalam konteks pendidikan (Modul Diklat LAN RI) pengertian Membangun Karekter (character building) adalah suatu proses atau usaha yang dilakukan untuk membina, memperbaiki dan atau membentuk tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak (budi pekerti), insan manusia (masyarakat) sehingga menunjukkan perangai dan tingkah laku yang baik berlandaskan nilai-nilai pancasila.
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa upaya membangun karakter akan menggambarkan hal-hal pokok sebagai berikut:
– Merupakan suatu proses yang terus menerus dilakukan untuk membentuk, tabiat, watak dan sifat sifat kejiwaan yang berlandaskan kepada semangat pengabdian dan
kebersamaan
– Menyempurnakan karakter yang ada untuk terwujudnya karakter yang diharapkan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan
– Membina karakter yang ada sehingga menampilkan karakter yang kondusif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dilandasi dengan nilai – nilai falsafah bangsa yaitu Pancasila   
B. Faktor – Faktor yang mempengaruhi Pembentukan Karakter
Dalam membangun karakter suatu bangsa diperlukan perilaku yang baik dalam rangka melaksanakan kegiatan berorganisasi, baik dalam organisasi pemerintahan maupun organisasi swasta dalam bermasyarakat. Maka karakter manusia merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam rangka mewujudkan cita-cita dan perjuangan berbangsa dan bernegara guna terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur berlandaskan pancasila dan UUD 1945.
Karakter adalah sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan kualitas manusia maka karakter mempunyai makna sebuah nilai yang mendasar untuk mempengaruhi segenap pikiran, tindakan dan perbuatan setiap insan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini adapun nilai-nilai dalam pembangunan karakter yang dimaksud adalah
– Kejuangan
– Semangat
– Kebersamaan atau Gotong Royong
– Kepedulian atau Solider
– Sopan Santun
– Persatuan dan Kesatuan
– Kekeluargaan
– Tanggung jawab
Nilai-nilai seperti tersebut apabila dilihat lebih cermat dalam kondisi saat ini nampaknya cenderung semakin luntur hal ini dilihat semakin jelas contoh diantaranya makin maraknya tawuran antar pelajar, konflik antar masyarakat, maraknya korupsi di lingkungan pemerintah dan lain sebagainya. Kondisi yang seharusnya tetap dijaga dan dilestarikan sebagai wujud untuk meningkatkan rasa kepedulian, kemanusiaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara haus tetap di jaga dan dilestarikan.
Untuk itu faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam rangka menjaga nilai-nilai dalam karakter tersebut adalah:
– Ideologi                                                        – Normatif
– Politik                                                           – Pendidikan
– Ekonomi                                                       – Lingkungan
– Sosial Budaya                                              – Kepemimpinan
– Agama
C. Character Building dalam Rangka Membangun Karakter Bangsa yang Mandiri dan Unggul
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan sebelumnya, salah satu faktor-faktor yang membangun karakter adalah pendidikan, untuk itu dalam rangka membangun karakter suatu bangsa salah satunya adalah melalui pendidikan karakter, Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
– kekuatan spiritual keagamaan
– pengendalian diri
– kepribadian
– kecerdasan
– akhlak mulia
– keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Sedangkan Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pembentukan Character didapatkan dan di implementasikan melalui :
– Lingkungan Keluarga ( Home )
– Lingkungan Kerja Kantor ( Bussines )
– Lingkungan Sekolah ( School )
– Lingkungan Kerabat atau Pergaulan ( Community )
Tujuan dari pembangunan karakter adalah untuk mengembangkan karakter bangsa agar mampu mewujudkan nilai-nilai luhur Pancasila. Pembangunan karakter ini berfungsi untuk mengembangkan potensi dasar agar berbaik hati, berpikiran baik, dan berperilaku baik; memperbaiki perilaku yang kurang baik dan menguatkan perilaku yang sudah baik; serta menyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Ruang lingkup pembangunan karakter ini mencakup keluarga, satuan pendidikan, masyarakat sipil, masyarakat politik, pemerintah, dunia usaha, dan media massa.
Berkenaan hal tersebut (Indrianto B, 2011) mengatakan bahwa Ada tiga lapis (layer) pendidikan karakter yang hendak dikembangkan yaitu:
– Menumbuhkan kesadaran kita sebagai sesama makhluk Tuhan. Sebagai sesama makhluk, tidak pantas kalau kita itu sombong, seolah-olah merasa dirinya yang paling benar. Keutamaan kita justru terletak pada kemampuan untuk memberi manfaat bagi orang lain, termasuk memuliakan orang lain. Kesadaran sebagai makhluk Tuhan akan menumbuhkan rasa saling menghargai dan menyayangi. Tentu juga menumbuhkan sifat jujur karena Tuhan Maha Mengetahui; kita tidak bisa berbohong.
– Membangun dan menumbuhkan karakter keilmuan. Karakter ini sangat ditentukan oleh keingintahuan (kuriositas) intelektual. Penanaman logika ilmiah sejak dari pendidikan usia dini menjadi langkah penting untuk dilakukan. Dalam kerangka berpikir ilmiah, segala sesuatu harus diuji coba sebelum menjadi kesimpulan. Dari sinilah akan muncul kreativitas, inovasi, dan produktivitas yang sangat menentukan daya saing bangsa.
– Pendidikan harus mampu menumbuhkan karakter yang mencintai dan bangga sebagai bangsa Indonesia. Pendidikan harus mampu menginternalisasikan keempat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI) ke dalam diri pendidik dan peserta didik. Pemahaman akan sejarah dan falsafah keempat pilar tersebut menjadi sangat penting guna menumbuhkan rasa cinta dan bangga sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Kecintaan dan kebanggaan yang besar akan memacu semangat setiap warga bangsa untuk berprestasi setinggi-tingginya mengharumkan nama bangsa.
Berkenaan dengan hal tersebut pembangunan pendidikan karakter merupakan tumpuan untuk menjamin perpaduan dari ketiga lapisan di atas dapat berjalan selaras dengan zaman. Di era global saat ini, kreativitas dan inovasi dihargai sangat tinggi melebihi sumber daya alam. Kreativitas dan inovasi yang dibarengi dengan kemampuan mengelola jaringan merupakan kunci dari keunggulan suatu bangsa. Situasi ini hanya dapat terwujud bila ketiga lapis pendidikan karakter yaitu kreativitas dan inovasi dalam bidang keilmuan, kemampuan mengelola jaringan berupa sikap memuliakan sesama makhluk Tuhan, dan kecintaan serta bangga terhadap bangsanya dilaksanakan dengan harmonis dan konsisten.
Untuk kita sebagai bagian dari masyarakat dan aparatur pemerintah diharapkan dapat menjaga nilai-nilai dalam pembangunan karakter dan dapat diimplementasikan dalam melaksanakan tugas dan kehidupan sehari-hari agar menjadi manusia yang unggul dan bermartabat dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara.
D. Tahap – tahap untuk Pembangunan Character
I. Personal Transformation
Hal penting dalam membangun karakter adalah membangun ikatan antara nilai tersebut dengan suara hati manusia yang terdalam (inner voice) sehingga setiap individu menjalankan nilai tersebut bukan karena kewajiban, dalam tataran intelektual, juga bukan karena takut pada pimpinan, dalam tataran emosional, melainkan sebagai sebuah komitmen spiritual mereka kepada Sang Pencipta.
Bagi sebuah institusi, menanamkan nilai di dalam diri setiap individu yang terlibat di dalamnya, sangatlah penting. Seperti kita ketahui, sebagus apapun sistem yang berlaku namun apabila individu sebagai pelaksana sistem berperilaku menyimpang dan melanggar nilai tersebut maka akan menimbulkan kerugian. Lebih penting lagi adalah membangun ikatan antara nilai tersebut dengan suara hati manusia yang terdalam (inner voice) sehingga setiap individu menjalankan nilai tersebut bukan karena kewajiban
Dalam tataran intelektual, juga bukan karena takut pada pimpinan dalam tataran emosional, melainkan sebagai sebuah komitmen spiritual mereka kepada Sang Pencipta dan mengubah paradigma seseorang akan arti sebuah kebahagiaan dan pekerjaan. Jika selama ini makna kebahagiaan hanya sesuatu yang bersifat materi dan emosional maka melalui training ini peserta akan diajak menemukan kebahagiaan lain yaitu spiritual happiness, sehingga hidup menjadi lebih bermakna dan bernilai (meaning & values).
– Manfaat bagi sekitar
Menanamkan nilai dan prinsip moral, sebagai panduan etika, serta meningkatkan komitmen setiap individu untuk menjalankannya
Memberikan makna bekerja kepada setiap individu sehingga meningkatkan loyalitas dan juga produktivitas
– Manfaat Bagi Pribadi
Mampu menemukan kebahagiaan spiritual sehingga memandang pekerjaan bukan beban melainkan sebuah pengabdian dan panggilan jiwa
(vocation/calling)









BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Pembentukan karakter anak paling tepat dilakukan oleh orang tua, guru sekolah dan orang-orang yang mempunyai hubungan dekat dengan anak. Pendidikan nilai yang diberikan pada anak usia dini, akan mengembangkan suara hati anak akan lebih kuat dan peka terhadap lingkungan. Anak akan lebih mampu mengendalikan diri sesuai dengan nilai-nilai yang telah membentuk karakternya. Efektifitas pembentukan karakter anak usia dini sangat bergantung pada komitment orang tua, yang menyadari bahwa tugas orang dewasa membentuk anak usia dini agar memiliki karekter yang baik. Setiap orang dewasa harus menyadari dan memiliki tanggung jawab. bahwa mereka mendapat amanah dan harus berkomitment seumur hidup untuk menumbuh kembangkan karakter pada diri anak usia dini. Orang tua juga dipanggil untuk memiliki komitment seumur hidup sebagai agent perubahan sesuai dengan panggilannya. Orang dewasa mempunyai posisi strategis sebagai pemimpin sepatutnya berkomitmen dalam mengembangkan dan menampilkan karakter-karakter yang ideal; luhur baik dan cinta terhadap sesamanya. Pemimpin dipanggil untuk memiliki dampak luas untuk mempersiapkan anak usia dini dalam konteks mempersiapkan generasi muda yang lebih baik.
B.     Saran
Orang tua dan guru diharapkan mampu membangun komunikasi dua arah yang ideal dengan anak. Biasakan untuk menyimak apa yang disampaikan anak tanpa melakukan kritik atau mengecilkan pendapatnya. Biarkan anak menyampaikan pendapatnya secara aktif. Beri teladan dan bimbingan dalam proses diksusi tersebut agar anak belajar cara komunikasi yang efektif, kapan dia sebaiknya mendengarkan dan kapan dia harus bicara.

DAFTAR PUSTAKA

Lilis Suryani dkk. (2008) Metode Pengembangan Perilaku dan Kemampuan Dsar Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Masitoh dkk. (2005) Strategi Pembelajaran TK. Jakarta: 2005.
Siti Aisyah dkk. (2007) Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.
Slamet Suyanto. (2005) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.
Wantah, Maria J. (2005) Pengembangan Disiplin dan Pembentukan Moral pada Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Kependidikan an Ketenagaan Perguruan Tinggi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar